Latest News

Sejarah Agama : Buddha part I

Sejarah agama Buddha di mulai pada abad ke 6 SM,di hitung mulai dari kelahiran sang Buddha yaitu Siddharta Gautama.Agama Buddha sendiri adalah salah satu agama tertua di dunia yang sampai sekarang masih ada.Perkembangan agama ini di dasari oleh unsur kebudayaan india sendiri dengan ada nya tambahan tambahan unsur unsur kebudayaan Yunani (Helenistik),Asia Tengah,Asia Timur, dan Asia tenggara.Dalam perkembangannya agama ini menyentuh hampir seluruh benua asia.

Sejarah Agama buddha dalam perkembangan selanjutnya juga di tandai dengan muncul nya banyak aliran,Co : Theravada,Mahayana,Vajryana (Bajrayana).



Mini Biografi dari Siddharta Gautama



Menurut tradisi Buddha,Siddharta Gautama di lahirkan dari suku sakya pada awal masa Magadha (546-324 SM),di sebuah kota di selatan pegunungan himalaya yang bernama Lumbini.Pada masa sekarang kota ini terletak di negara nepal bagian selatan.Siddharta Gautama juga di kenal dengan nama Sakyamuni (Berarti : Orang bijak dari Kaum Sakya)


Pangeran Siddharta dilahirkan dalam sebuah keluarga kerajaan. Ayahnya adalah seorang raja yang memerintah di kota Kapilavasthu. Hidup dalam keluarga istana, sang pangeran bergelimangan dengan kesenangan-kesenangan duniawi.

Kehidupan dalam kebahagiaan duniawi sangat didambakan banyak orang. Kekayaan yang berlimpah, kekuasaan yang tinggi, istri yang cantik, dan segala kemewahan duniawi lainnya. Kehidupan yang serba berlebihan di mana segala keinginan dapat terpenuhi ternyata tidak membuat sang pangeran berbahagia. Setelah sekian lama menikmati kehidupan duniawi yang menyenangkan dalam istana, suatu perjalanan keluar istana yang untuk pertama kalinya dilakukan dalam masa hidupnya segera merubah seluruh jalan hidupnya.


Kejadian di luar istana yang belum pernah ditemuinya selama hidup di dalam istana: orang tua renta yang berjalan tergopoh-gopoh dengan bantuan sebuah tongkat, orang sakit parah yang sedang merintih kesakitan dalam pembaringan, orang mati yang diusung menuju tempat kremasi, dan seorang pertapa suci yang sedang bermeditasi dengan heningnya; keempat kejadian yang dijumpainya ini pada kesempatan berbeda, telah membuat dirinya merenung dan terus merenung akan hidup ini: Mengapa harus ada usia tua? Mengapa harus ada masa sakit? Mengapa harus ada kematian? Mengapa harus ada penderitaan? Apa arti hidup ini? Dapatkah manusia terbebas dari usia tua, sakit dan mati?



Demikianlah batinnya diliputi dengan segala pergolakan yang akhirnya puncak pergolakan pada usia 29 tahun di mana Beliau memutuskan untuk menjalani kehidupan suci, seperti halnya kejadian keempat yang telah dilihatnya: seorang pertapa suci yang sedang tenang bermeditasi. Beliau memutuskan untuk mengikuti jejaknya dalam menemukan jawaban atas semua hal yang menyebabkan penderitaan manusia. Beliau bertekad untuk menemukan obat penderitaan yang dapat membebaskan manusia dari penderitaan karena usia tua, sakit dan mati. Masa ini disebut sebagai Masa Pelepasan Agung.



Pangeran Siddharta telah membuktikan bahwa kebahagiaan yang diperoleh dari kehidupan duniawi bukanlah kebahagiaan yang abadi. Kebahagiaan duniawi bersifat sementara. Setelah kebahagiaan lenyap, muncullah penderitaan. Demikianlah dalam hidup ini, suka dan duka datang silih berganti.


Beliau yakin adanya suatu kebahagiaan yang bersifat abadi. Dalam usaha pencarian, Beliau mengembara dan berturut-turut berguru kepada beberapa orang guru meditasi. Pertapa Gautama, demikianlah kemudian Beliau dikenal, mempelajari berbagai ilmu meditasi. Dengan cepat, Beliau menyamai kepandaian gurunya. Demikianlah, Beliau berpindah dari satu guru ke guru lainnya dan dengan segera pula segala ilmu dari gurunya dapat dikuasainya. Namun, usaha Beliau menemukan obat penderitaan tetap belum berhasil.


Dalam meditasi, Beliau berhasil menemukan adanya suatu bentuk kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan dalam meditasi ini adalah kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan spiritual berbentuk lebih halus. Tetapi, Beliau menyadari bahwa kebahagiaan ini belumlah sempurna, masih bersifat sementara.



Akhirnya, Beliau mencoba menemukan sendiri Jalan Pembebasan tersebut, yang membebaskan manusia dari penderitaan. Beliau mulai mempraktekkan pertapaan dengan menyiksa diri. Setelah bertahun-tahun bertapa menyiksa diri membuat tubuh Beliau kurus kering. Hampir saja Beliau mati karena tubuhnya yang tinggal kulit pembalut tulang. Namun, Jalan Pembebasan tidak juga diperolehnya. Jawaban atas semua penderitaan tetap tidak didapatkannya.


Hingga pada suatu saat, Beliau disadari oleh serombongan pemain kecapi yang sedang lewat sambil berbincang-bincang menasehati yang lain:

"Jika tali senar ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Jika terus dikencangkan, senarnya akan putus dan lenyaplah suaranya. Jika tali senar ini dikendorkan, suaranya akan melemah. Jika terus dikendorkan, lenyaplah suaranya."


Kata-kata ini ternyata telah menyadari Pertapa Gautama bahwa di dalam tubuh yang lemah karena menyiksa diri, tidak akan ditemukan pikiran yang jernih. Bagaimana Pengetahuan tentang Pembebasan dapat diperoleh tanpa pikiran yang jernih?

Pertapa Gautama akhirnya memutuskan untuk bangkit dari meditasinya. Beliau ingin mengakhiri cara bertapa menyiksa diri dan bergegas untuk mandi membersihkan tubuhnya. Namun, begitu Beliau bangkit, tubuhnya yang sedemikian lemahnya tak kuat menopang dirinya, yang membuatnya segera terjatuh pingsan.


Saat itu, seorang pemuda gembala bernama Nanda sedang lewat dan segera menolongnya. Ia memberikannya semangkuk air tajin. Ketika Beliau sadar dari pingsannya, Beliau segera mencicipi air tajin tersebut, dan akhirnya secara perlahan kesehatannya pulih kembali.


Pertapa Gautama pun akhirnya meninggalkan kehidupan menyiksa diri. Beliau telah membuktikan bahwa kehidupan menyiksa diri tidak akan membawa seseorang kepada kebahagiaan abadi, Jalan Pembebasan, Pencerahan Sempurna. 


Beliau kemudian memutuskan untuk bermeditasi di bawah pohon Bodhi sambil mengumandangkan kebulatan tekadnya dengan berprasetya: "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulangku jatuh berserakan, tetapi Aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai Aku mencapai Pencerahan Sempurna."



Dikisahkan bahwa di dalam meditasinya, pertapa Gautama dihantui perasaan-perasaan bimbang dan ragu. Pikiran-pikiran seperti keinginan nafsu, keinginan jahat, ketakutan, keragu-raguan dan kemalasan mencoba menggagalkan usahanya dalam meraih Pengetahuan mengenai Pembebasan. Hampir saja Beliau dikalahkan oleh Mara, penggoda yang dahsyat itu. Namun dengan keteguhan hati Beliau yang membaja, akhirnya membuat-Nya berhasil menaklukkan Sang Mara.



Pertapa Gotama telah mencapai Pencerahan Sempurna. Beliau telah menjadi Buddha. Peristiwa penting ini terjadi pada saat malam terang purnama di bulan Waisak ketika Beliau berusia 35 tahun. Beliau telah menyadari tentang asal mula penderitaan dan jalan untuk melenyapkannya. Dhamma inilah yang akan diajarkan-Nya kepada seluruh umat manusia agar kita semua dapat mengetahui hakekat sesungguhnya dari kehidupan ini dan berusaha untuk melenyapkan penderitaan sehingga kebahagiaan tertinggi dapat kita raih.


Selama 45 tahun Sang Buddha mengajarkan dhamma kepada umat manusia. Melalui pengalamannya sendiri, dengan usaha dan perjuangan Beliau sendiri, dhamma telah ditemukannya, dan telah diajarkannya pada kita semua.


Tags:

Yosep El Ba'tsi

Praktisi IT, tertarik pada sejarah dan xenology, pengamat politik, dan aktif mendalami kitab-kitab samawi.
Related Post

0 komentar

Leave a Reply